Kamis, 25 Maret 2010

Dongeng Pendahuluan



DONGENG PENDAHULUAN

Bismillaahirrahmanirrahiim

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi atas segala rahmat dan nikmat serta hidayah-NYA yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis berkesempatan untuk menunaikan rukun Islam yang ke lima pada bulan April 1998 (Dzulhijah 1419). Penulis ikut rombongan jemaah dari pesantren Yayasan Al Amanah Cililin Bandung, dibawah bimbingan Bapak Drs K.H. A. Manshur bin K.H. Makmun.

Pada saat di Mekah, kami berziarah ke tempat pemakaman umum bagi kaum Muslimin termasuk para jema’ah yang meninggal di Mekah yang disebut MA’LA. Tempatnya datar seperti lapangan tanpa rumput, hanya ada batu-batu sebesar kepala sebagai tanda bahwa di bawahnya ada makam. Setiap lubang makam berisi lebih dari satu orang, bisa sampai 5-6 orang. Lubang makam dindingnya dibeton, setelah dimakamkan setahun, lubang tersebut digali kembali, dikosongkan untuk pemakaman berikutnya. Sisa tulang belulangnya entah dibuang kemana. Dengan demikian tempat pemakaman ini dari sejak dahulu sampai sekarang luasnya tetap, tidak berkurang dan tidak juga bertambah. Menurut keterangan Bapak Drs. K.H. Manshur ada jenazah seorang ulama besar dari Indonesia yang sangat terkenal yang wafat dan dimakamkan di pemakaman ini, yaitu Sech K.H. Nawawi al Bantani (dari Banten Jawa Barat). Makam beliau pernah beberapa kali dibongkar ternyata jasadnya masih tetap utuh. Untuk menghormati beliau, maka makamnya tidak pernah dibongkar lagi.

Sebelum kembali ke tanah air, kami sempat tinggal di Medinah selama 8 hari. Pada suatu hari di masjid Nabawi Medinah, sambil menunggu sholat dzuhur, penulis sempat berbincang-bincang dengan sesama jema’ah yang berasal dari Balikpapan, yaitu Bapak H. Tony Suryaatmaja SE dan Bapak H. Abd. Radjak dari Tarakan Kalimantan Timur.

H. Tony S. SE ini menceritakan pengalaman anehnya yang terjadi pada saat di Masjidil Haram, Mekah. Setelah beliau selesai mengerjakan putaran ke tujuh thowaf haji, sambil berjalan beliau berdo’a dan bersyukur, kedua tangan terangkat disertai pandangan mata lurus ke arah depan. Pada saat itu dia terkejut karena tidak jauh di hadapannya ada seseorang yang menoleh, melihat dan tersenyum kepadanya. Orang tersebut wajahnya sangat mirip sekali dengan wajah mertuanya (Bapak Mertua) yang sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Mertua beliau ini semasa hidupnya dikenal sebagai seorang ulama tempat bertanya bagi masyarakat di sekitarnya bahkan sampai ketempat yang jauh-jauh. Mertua ini meninggal dengan cara yang aneh tapi nyata, dimana pada saat jenazahnya menyentuh tanah, jasadnya langsung hilang, yang tertinggal hanya kain kafannya saja. H. Tony S. merupakan saksi mata, karena dia sendiri yang mengatur posisi kepala mertuanya agar menghadap ke kiblat dan mencium tanah. Saksi lainnya yang turun ke liang lahat adalah anaknya yang laki-laki serta adik mertuanya. Agar tidak menimbulkan kesalahpahaman, maka dengan secepatnya dilakukan penutupan dengan papan seperti biasa dan segera ditimbun dengan tanah. Kejadian tersebut sangat dirahasiakan oleh mereka bertiga, sampai terjadi peristiwa di Mekah. Perlu kita ketahui bahwa mertua H. Tony S ini berasal dari daerah Martapura – Kalimantan Selatan, dan pernah berguru kepada Sech al Banjari (mungkin keturunannya). Sech al Banjari ini dikenal sebagai salah seorang wali Allah yang bermukim sampai wafat dan dimakamkannya juga di Martapura, kebetulan penulis pernah bertugas di sana. Menurut keterangan para sesepuh di Martapura, salah satu dari keturunan Sech al Banjari ini pasti ada yang menjadi wali.

Dengan demikian ada 2 versi cara kematian yang sangat kontras yang diperlihatkan atau yang dikisahkan kepada kami yang terlibat dalam obrolan pada saat itu. Ulama yang pertama dikisahkan meninggal dengan jasad yang tetap utuh, ulama yang kedua dikisahkan oleh saksi mata di liang lahat, setelah jenazahnya mencium tanah kemudian jasadnya menghilang. Kami hanya bisa berucap Allahu Akbar, Maha Suci Engkau, sesungguhnya kami orang yang dzolim. Untuk beberapa saat suasanapun menjadi hening … Apa … Mengapa … dan Bagaimana ilmunya …??? Mana yang terbaik dari keduanya …??? Itu yang menjadi pertanyaan kami …

Semua ilmu adalah milik Allah. Menurut Al Ghazali : Semulia-mulianya ilmu adalah ilmu mengenal Allah …

LAA ILLAAHA ILALLAAH … Laa adalah tiada .. Keakuan kita musnah, dunia dan sekitarnya juga lenyap, fana … yang ada hanya Allah … Dia ada. Tiada sesuatu apapun disamping NYA …

SEGALA SESUATU AKAN MUSNAH, KECUALI WAJAH NYA.

(AL QASHASH 28 : 88).

KITA MILIK ALLAH, AKAN KEMBALI KEPADA ALLAH (AL BAQARAH 2 : 156). JANGANLAH ENGKAU MATI KECUALI DALAM KEADAAN BERSERAH DIRI. (ALI IMRAN 3 : 102).

Atas dasar ayat-ayat tersebut di atas, maka yang disebut kembali kepada Allah itu seharusnya bagaimana ??? Mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah itu yang bagaimana ??? Manakala kita berserah diri kepada Allah, masih adakah rasa ke-aku-an dalam diri kita ??? Bukankah rasa keakuan merupakan dosa sirik yang tersembunyi ?? Apakah hal itu tidak akan merusak keikhlasan dan keimanan kita ??? Masih adakah rasa ke-aku-an di dalam diri kedua ulama yang dikisahkan di atas ???

Muhammad Rosulullah S.A.W bersabda :

Mintalah fatwa kepada hatimu sendiri, meskipun orang lain telah memberimu fatwa, meskipun orang lain telah memberimu fatwa, meskipun orang lain telah memberimu fatwa …

Yang terbaik adalah yang menentramkan ruhani … Demikian kata Rosulullah.

Al Qur’an sendiri mengatakan agar kita senantiasa berpikir, berpikir dan berpikir, apakah engkau tidak mengetahui. Berarti untuk kedua kasus diatas, mana yang terbaik silahkan pikirkan sendiri …

Oleh karena itu, penulis tidak merasa berhak untuk memberikan penilaian kepada kedua ulama tersebut. Walau bagaimanapun, untuk mencapai tingkatan seperti kedua ulama tersebut tentu bukan suatu pekerjaan yang mudah. Apakah ada pelajaran khusus yang dimiliki oleh kedua ulama tersebut ??? Siapa gurunya ??? Kemana mencarinya ??? Seandainya Allah berkenan memberikan sedikit pengetahuan kepada kita yang awam ini agar bisa mengetahui mengenai hari H kita, maka itu adalah merupakan suatu bonus yang luar biasa bagi kita yang harus kita syukuri sekali … Apalagi kalau kita bisa seperti kedua ulama tersebut.

Akhirnya obrolan pun bergeser ke masalah ada tidaknya reinkarnasi dalam ajaran Al Qur’an. Sebagian besar dari umat Islam agaknya tidak mempercayai adanya reinkarnasi ini. Akan tetapi bagi mereka yang beragama Hindu, Budha atau mungkin juga ajaran Kong Hu Cu, justru sebaliknya, mereka percaya akan adanya reinkarnasi dalam siklus kehidupan berikutnya. Mungkin kita pernah membaca mengenai kematian Dalai Lama yang bernama Lama THUBTEN YESHE, kemudian muncul kembali ber-reinkarnasi pada seorang anak laki-laki yang bernama OSEL di negara Spanyol. Konon kabarnya, kedua orang tua si anak tersebut adalah penganut agama Dalai Lama Tibet. Silahkan baca buku Mackenzie tentang reinkarnasi.

Ada suatu kisah populer yang pernah terjadi di dalam lingkungan keluarga penulis. Kisah itu pun pernah disampaikan oleh ayahanda almarhum kepada penulis setelah penulis dewasa.

Kisah itu terjadi pada saat acara khitanan kakak penulis yang bernama Yahya Zakaria Wiriaatmadja (almarhum). Sebagai tradisi khitanan di daerah kami di Jawa Barat, pada umumnya hewan yang disembelih saat mengkhitan anak laki-laki adalah seekor ayam jantan yang disebut sebagai “bela”. Namun untuk perjamuan tersebut, ayahanda almarhum telah mempersiapkan juga seekor sapi jantan yang besar, berwarna coklat kehitam-hitaman, benar-benar gagah, mirip seekor banteng.

Pada saat direbahkan akan disembelih, sapi jantan tersebut meronta-ronta, mengamuk walaupun akhirnya dia menyerah juga. Kemudian keajaiban pun terjadi, ternyata sapi itu kebal. Golok jagal yang dipakai untuk menyembelih lehernya, ternyata tidak bisa melukai sapi tersebut, goloknya seperti tumpul. Akhirnya sang jagal pun menghadap dan melaporkan kejadian aneh bin ajaib tersebut, sambil menyerahkan goloknya kepada ayahanda almarhum. Atas kejadian itu sesungguhnya ayahanda pun agak terkejut, beliaupun teringat akan sesuatu yang kemudian beliau rahasiakan kepada siapapun termasuk kepada jagal tersebut. Golok pun diterima dan dibawa ayahanda masuk ke dalam kamar, kemudian beliau berdo’a memohon keridhoan Allah. Setelah selesai berdoa golok tersebut diserahkan kembali kepada jagal yang akan mengerjakan penyembelihan …

Sang sapi pun ternyata tidak meronta-ronta lagi, terkesan pasrah dan mengeluarkan air mata, sehingga orang-orang yang menyaksikan pun merasa aneh, bahkan ada yang berkata : Sapinya kok menangis, seperti manusia saja !? … Selanjutnya penyembelihan bisa dikerjakan dengan mudah sekali…

Yang dirahasiakan oleh ayahanda almarhum adalah bahwa pada malam sebelumnya ayahanda pernah bermimpi didatangi seorang laki-laki dengan perawakan yang gagah, kumis melintang dan berpakian seperti seorang jawara. Setelah uluk salam, si orang ini memohon dengan sangat agar dia “disempurnakan” oleh ayahanda. Kemudian malam hari setelah penyembelihan itu, ayahanda pun bermimpi didatangi orang itu lagi, dia mengucapkan terima kasih kepada ayahanda karena dia telah “disempurnakan”, kemudian dia mohon diri dan langsung pergi …

Menurut ayahanda, almarhum kakek juga pernah melakukan proses “penyempurnaan” pada 2 ekor kambing yang disembelihnya, dimandikan kemudian dikafani dan dikuburkan.

Ketika ayahanda dalam keadaan sakit parah karena kanker usus, penulis masih ingat saat beliau dirawat di Rumah Sakit, beliau sempat memberi wejangan kepada penulis bahwa beliau tidak akan meninggal di Rumah Sakit dan seandainya pulang kehadirat Allah pun dia akan pulang pada hari Jumat. Kemudian beliau menambahkan bahwa sekarang ini dia sedang menunggu satu tanda lagi, dimana bila tanda itu datang berarti hari yang tersisa hanya tinggal 1 hari saja dan mungkin tidak akan sempat bertemu lagi. Pada waktu itu penulis tidak berani bertanya hari Jumatnya adalah Jumat yang mana, Jumat yang kapan ??? Ternyata memang beliau meninggal dunia pada hari Jumat 28 Desember 1984 pukul 04.00 WIB dan memang penulis tidak sempat berjumpa lagi dengan beliau.

Selanjutnya ayahanda almarhum pernah mengatakan bahwa dia tidak mau kalau harus menitis kembali (reinkarnasi), alasannya adalah bahwa perjalanan melalui reinkarnasi itu sangat melelahkan, karena jadi bodoh lagi, sehingga harus merayap lagi dari bawah, apalagi bila lahirnya di kolong jembatan … jadi anak gembel … Seandainya dilahirkan sebagai anak konglomerat pun belum tentu bisa hidup enak. Beliau berpesan : Bila saatmu tiba, kamu pulang jangan sampai kesasar. Situasi ayah sudah tidak mungkin untuk memberikan pelajaran ini, maka sebaiknya kamu harus mencoba mencari pelajaran tersebut di Cirebon, mudah-mudahan di Cirebon masih ada yang memiliki pelajaran ini, walaupun sangat sedikit sekali kemungkinan untuk mendapatkannya …

Demikian pesan terakhir almarhum yang disampaikan kepada penulis…

Dari kata-kata beliau, penulis mengambil kesimpulan bahwa kemungkinan beliau memiliki pelajaran khusus untuk maksud tersebut …

Semoga Allah membimbing penulis dengan Cahaya-Nya kepada Cahaya-Nya.

Amin … Amin … Ya Robbal Alamin …

Ketiga kisah tersebut menjadi dorongan bagi penulis untuk membuka kembali setiap lembar Al Qur’an, terutama yang berkaitan dengan masalah ruh dan reinkarnasi. Sebelumnya memang penulis pernah menggaris bawahi beberapa ayat yang berkaitan dengan masalah ruh dan masalah reinkarnasi ini, namun hati penulis masih merasa belum pas, karena buku-buku tinjauan kepustakaan mengenai masalah ini sangat sulit di dapat. Apalagi di kota kecil seperti di Cirebon, walaupun sekarang di Cirebon sudah ada Toko Buku Besar Gramedia.

Beberapa ayat Al Qur’an yang penulis garis bawahi antara lain :

MENGAPA KAMU INGKAR KEPADA ALLAH, PADAHAL KAMU TADINYA MATI LALU DIA MENGHIDUPKANMU, KEMUDIAN MEMATIKANMU, KEMUDIAN MENGHIDUPKANMU KEMBALI, SELANJUTNYA KEPADA-NYA LAH KAMU DIKEMBALIKAN (AL BAQARAH 2 : 28).

KAMI BANGKITKAN KAMU SESUDAH KAMU MATI, SUPAYA KAMU BERSYUKUR (AL BAQARAH 2 : 56).

APAKAH MEREKA TIDAK MEMPERHATIKAN BAHWA ALLAH YANG MENCIPTAKAN LANGIT DAN BUMI DAN TIDAK LELAH DAN TIDAK MERASA PAYAH MENCIPTAKANNYA, BERKUASA MENGHIDUPKAN ORANG-ORANG MATI??? YA SESUNGGUHNYA DIA MAHA KUASA ATAS SEGALA SESUATU.

(AL AHQAAF 46 : 33).

DARINYA (TANAH) KAMI CIPTAKAN KAMU, KEPADANYA (TANAH) KAMI KEMBALIKAN KAMU DAN DARINYA (TANAH) KAMI KELUARKAN KAMU UNTUK KEDUA KALINYA (THAHA 20 : 55).

SIAPAKAH YANG AKAN MENGHIDUPKAN KEMBALI TULANG BELULANG YANG TELAH HANCUR LULUH ITU ???

KATAKANLAH : YANG MENGHIDUPKANNYA IALAH YANG MENJADIKANNYA PERTAMA KALI DAN DIA (ALLAH) MAHA MENGETAHUI SEGALA MAKHLUK (YAASIN 36 : 78-79).

JIKA ADA YANG KAMU HERANKAN, MAKA YANG PATUT DIHERANKAN ADALAH UCAPAN MEREKA : “Bila kami telah menjadi tanah, apakah kami sungguh akan (dikembalikan) menjadi makhluk yang baru?” BEGITULAH ORANG-ORANG YANG MENGINGKARI TUHAN-NYA ….. (AR RAD 13 : 5).

Pada suatu hari secara kebetulan, penulis mendapat pinjaman sebuah foto copy dari buku karangan H. E Semedi yang berjudul “SEBUAH IJTIHAD”. Ternyata materi isi buku tersebut adalah bahasan mengenai reinkarnasi berdasarkan ayat-ayat Al Qur’an yang agaknya selama ini kurang diperhatikan bahkan tidak dipercayai oleh sebagian besar umat Islam.

Hanya sayang sekali foto copy buku yang saya terima itu tidak mengikut sertakan baik nama percetakannya ataupun nama penerbitnya. Walaupun tulisannya sudah agak kabur, karena hasil foto copy buku yang difoto copy ulang, namun masih bisa dibaca dan sangat bermanfaat sekali bagi penulis. Buku tersebut telah membuka wawasan penulis serta menambah keyakinan penulis mengenai betapa universalnya dan betapa sempurnanya ajaran Islam di dalam Al Qur’an. Untuk itu penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada pengirim buku tersebut dan juga kepada penulisnya, yaitu H. E. Semedi.

Oleh karena kondisi tulisan foto copy tersebut sudah mengabur, maka penulis berusaha membuat ringkasannya saja serta tanpa mengurangi rasa hormat penulis pada H. E. Semedi, penulis juga memberikan beberapa catatan sesuai dengan apa yang ditulis oleh Semedi sendiri dan juga sesuai dengan keyakinan penulis.

Di dalam buku tersebut, menurut H. E. Semedi, setiap manusia akan ber-reinkarnasi atau dilahirkan kembali menjadi manusia harus melalui rahim manusia juga. Manusia tidak akan dilahirkan kembali menjadi hewan melalui rahim hewan. Dalam hal ini mungkin beliau khilaf bahwa bagi Allah tidak ada sesuatupun yang tidak mungkin. Allah-lah yang Maha Kuasa atas segalanya. Allah yang menghidupkan, yang mematikan dan Allah juga yang menghidupkan kembali. Allah yang berkuasa memberi kita bentuk, apapun bentuknya.

KAMI MENENTUKAN KEMATIAN DI ANTARA KAMU DAN KAMI BERKUASA MERUBAH RUPA KAMU DAN MENCIPTAKAN (KEMBALI) DALAM (BENTUK) YANG TIDAK KAMU KETAHUI (AL WAAQI’AH 56 : 60-61).

HAI MANUSIA, APA YANG MEMPERDAYAKAN KAMU TERHADAP TUHAN-MU YANG MAHA PEMURAH, YANG MENCIPTAKAN KAMU, LALU MEMBENTUK DAN MENYEMPURNAKAN KAMU DALAM BENTUK YANG DIKEHENDAKI-NYA DIA MEMBENTUK TUBUHMU (AL INFITHAAR 82 : 6-8).

LALU KAMI BERFIRMAN KEPADA MEREKA : JADILAH KAMU KERA !!!

(AL BAQARAH 2 : 65).

TATKALA MEREKA MELANGGAR APA YANG DILARANG BAGINYA, KAMI BERFIRMAN KEPADANYA : JADILAH KAMU KERA YANG DIJAUHI DAN DI BENCI ( AL-A’RAF 7 : 166 ).

Walaupun mungkin yang dimaksud adalah perubahan moralnya menjadi seperti kera, akan tetapi bila Tuhan menghendaki orang durjana itu dilahirkan kembali melalui rahim kera, kemudian hidup menjadi seekor kera, maka siapa yang kuasa mencegah kehendak Allah.

Sedangkan H. E. Semedi sendiri berpendapat bahwa bila seseorang dilahirkan kembali ke dunia, reinkarnasi, dengan jasmaninya yang baru ini, maka identitas orang tersebut bisa berubah. Kebangsaannya atau kaumnya dan jenis kelaminnya pun bisa berubah. Berarti menjadi se-ekor hewanpun seharusnya bisa. Bila Tuhan menghendaki, bentuk apapun bisa terjadi.

KEPUNYAAN ALLAH-LAH KERAJAAN LANGIT DAN BUMI. DIA MENCIPTAKAN APA YANG DIKEHENDAKI-NYA. DIA MEMBERIKAN ANAK PEREMPUAN KEPADA YANG DIA KEHENDAKI, DAN MEMBERIKAN ANAK LAKI-LAKI KEPADA YANG DIA KEHENDAKI (ASY-SYUURA 42 : 49).

TIDAK AKU SIA-SIAKAN AMAL SIAPAPUN YANG BERAMAL, BAIK LAKI-LAKI ATAU PEREMPUAN. KAMU BERASAL SATU DARIPADA YANG LAIN.

(ALI IMRAN 3 : 195).

Pembahasan mengenai reinkarnasi ini tentu akan mencakup masalah ruh, masalah alam akhirat, masalah kurun waktu di alam akhirat yang semuanya itu tidak bisa dibuktikan secara nyata. Selain itu juga menyangkut masalah ayat-ayat Al Qur’an yang mutasyabihaat, yang mengandung kiasan-kiasan dan perumpamaan-perumpamaan. Untuk mentafsirkan ayat-ayat tersebut diperlukan suatu pengkajian dan penghayatan yang sangat mendalam.

Masalah kita harus percaya atau tidak adanya reinkarnasi, itu tergantung kepada diri pribadi masing-masing. Islam mengajarkan agar kita berani berijtihad, berani untuk mengajukan pendapat masing-masing.

Barang siapa berijtihad, apabila dia benar, maka baginya dua pahala dan apabila salah, maka baginya satu pahala ( Hadits Rosulullah SAW ).

Setelah kita mengetahui adanya reinkarnasi berdasarkan ayat-ayat Al Qur’an, maka menurut pendapat penulis, yang penting adalah mencari dan mempelajari ilmunya, bagaimana tata cara pelaksanaan pengamalan dan penghayatannya, sesuai dengan ajaran Al Qur’an dan Hadits, sehingga kita hidup di dunia ini tidak membabi buta, serta kita bisa selamat sampai kembali kepada Illaahi Robbi.

BILA KITA BUTA DI DUNIA, MAKA DI AKHIRAT PUN AKAN BUTA.

(AL ISRA 17 : 72).

SESUNGGUHNYA BAGINYA KEHIDUPAN YANG SEMPIT DAN KAMI AKAN MENGHIMPUNNYA PADA HARI KEBANGKITAN DALAM KEADAAN BUTA.

(THAAHAA 20 : 124).

Oleh karena mereka buta, maka Ruh mereka tersesat masuk ke rahim hewan, sehingga mereka terlahir kembali ke dunia ini sebagai hewan. Hal itu adalah merupakan hukuman dari Allah, sesuai dengan amal dan perbuatannya tatkala mereka hidup di dunia dimana perbuatannya lebih hina dari hewan.

Bagi mereka yang beriman kepada Allah semata, maka Allah akan membimbing dengan Cahaya-Na kepada Cahaya-Nya.

CAHAYA DI ATAS CAHAYA, ALLAH MENUNTUN KEPADA CAHAYA-NYA BAGI SIAPA YANG DIA KEHENDAKI (AN NUUR 24 : 35).

WAHAI JIWA YANG TENANG, DATANGLAH KEPADA TUHAN MU DENGAN RASA SUKA CITA DAN PENUH KERIDHOAN, MASUKLAH KE DALAM GOLONGAN HAMBA-HAMBA-KU DAN MASUKLAH KEDALAM SURGA-KU.

(AL FAJR 89 : 27-30).

UCAPAN SELAMAT DARI TUHAN. SALAAMUN QAULAM MIROBBIRAHIIM (YAASIN 36 : 58).

Untuk mendapat taufik dan hidayah Allah, keridhoan Allah serta ucapan selamat dari Allah, tentu bukan suatu hal yang mudah. Hal ini tergantung kepada kesabaran kita, keimanan, keikhlasan serta tetap (istiqomah) bertawakal kepada Allah semata, di dalam setiap menghadapi ujian dari Allah tatkala kita hidup di dunia.

JIKA MEREKA TETAP (ISTIQOMAH) MENEMPUH JALAN (TARIQAT) ITU, SESUNGGUHNYA AKAN KAMI BERI AIR (REZEKI, RAHMAT, MAKRIFAT) YANG BERLIMPAH-LIMPAH (AL JIN 72 : 16).

Adanya reinkarnasi ini justru untuk membuktikan kepada kita bahwa Allah itu Maha Pengampun, Maha Adil serta Maha Bijaksana. Mengapa demikian ??? Karena Allah akan memberi ampunan, katakanlah suatu grasi atau suatu remisi bagi manusia durjana sekalipun. Islam tidak menganut paham Unforgiving God, kecuali bagi mereka yang mempersekutukan Allah … Demikianlah menurut H. E. Semedi.

Bila manusia itu mati maka ada tiga hal yang bisa menolongnya, yaitu : Amal kebaikannya, ilmu yang diamalkannya dan do’a anak yang soleh (Hadits Rosulullah).

KATAKANLAH : HAI HAMBA-HAMBAKU YANG TELAH MELAMPAUI BATAS TERHADAP DIRI SENDIRI, JANGANLAH KAMU BERPUTUS ASA ATAS RAHMAT ALLAH YANG AKAN MENGAMPUNI SEGALA DOSA. SESUNGGUHNYA DIA MAHA PENGAMPUN LAGI MAHA PENYAYANG

(AZ-ZUMAR 53).

SESUNGGUHNYA ALLAH TIDAK MENGAMPUNI DOSA SYIRIK, TETAPI DIA MENGAMPUNI DOSA-DOSA SELAIN ITU TERHADAP ORANG-ORANG YANG DIRIDOI-NYA (AN NISAA 4 : 48).

KAMI AKAN MEMASANG TIMBANGAN YANG ADIL UNTUK HARI KEBANGKITAN, SEHINGGA TAK ADA ORANG YANG RUGI SEDIKITPUN, BIARPUN AMALAN ITU HANYA SEBERAT BIJI SAWI, KAMI AKAN MEMPERLIHATKANNYA DAN KAMI CUKUP SEBAGAI PENGHISAB.

(AL ANBIYAA 21 : 47).

Sebaiknya bagi mereka yang soleh, mereka akan mendapat pahala di dunia dan di akhirat. Walaupun mereka sudah meninggal dunia, do’a dan amal ibadahnya masih tetap tercatat sebagai tabungan di akhirat. Contohnya adalah do’a Nabi Ibrahim atau do’a Nabi Muhammad yang memohon kepada Allah agar umatnya mendapat keselamatan di dunia dan di akhirat. Do’a Nabi Muhammad ini bisa menjadi safa’at bagi umat yang senantiasa patuh dan ta’at mengikuti ajaran beliau. Demikian pula halnya dengan do’a para leluhur kita, ketika mereka masih hidup di dunia, do’a mereka telah tercatat sebagai tabungan di akhirat. Atas izin dan keridhoan Allah tabungan tersebut bisa diterima oleh anak-cucunya sebagai karomah atau maunat, bila anak-cucunya patuh dan ta’at kepada Allah dan Rosulnya serta sering berdo’a untuk Rosul dan para leluhurnya, secara minimal memberikan hadiah Al Fatihah bagi rosul serta bagi para leluhur mereka yang sudah almarhum.

Mari kita perhatikan beberapa firman Allah dibawah ini :

JANGANLAH KAMU MENGIRA ORANG-ORANG YANG MENINGGAL DI JALAN ALLAH ITU MATI, TIDAK !!! MEREKA TETAP HIDUP DI SISI TUHAN NYA DAN MENDAPAT REZEKI (ALI IMRAN 3 : 169).

MEREKA TIDAK MERASAKAN KEMATIAN DI DALAMNYA (AKHIRAT), KECUALI KEMATIAN YANG PERTAMA (DI DUNIA)…(AD DUKHAAN 44 : 56).

Pengertian rezeki dalam surat Ali Imran 3 : 169 sangat luas sekali, antara lain, misalnya karomah atau maunat, do’a beliau akan turun kepada anak cucunya apabila anak-cucunya patuh dan ta’at kepada Allah dan Rosulnya, serta sering menghadiahkan do’a, secara minimal membacakan Surat Al Fatihah bagi arwah baliau serta arwah para leluhurnya.

Dengan memperhatikan kedua ayat tersebut, bisa kita pahami bahwa yang mengalami kematian dan kehancuran adalah jasmaninya saja (kematian pertama), dari tanah akan kembali menjadi tanah, sedangkan di alam akhirat ruhaninya tidak akan merasakan kematian lagi. Ruhaninya akan tetap hidup dan akan kembali ke alam ghaib. Selanjutnya apakah Ruhani yang akan menjalani azab dan rahmat kubur? Bila kita perhatikan Firman Allah : SETELAH SEMPURNA KEJADIANNYA AKU HEMBUSKAN RUH-KU KEPADANYA ( AL Hijr 15 : 29 ), berarti setiap ruh adalah merupakan Essensi Dzat Allah dimana Dzat Allah akan tetap suci dan tetap bersih dari polusi duniawi, sehingga mungkinkah ruh mendapatkan siksa kubur???

Mari kita simak Firman Allah : WAHAI JIWA YANG TENANG, KEMBALILAH KEPADA TUHANMU DENGAN SUKA CITA DAN PENUH KERIDHOAN… MASUKLAH KE DALAM GOLONGAN HAMBA-HAMBAKU DAN MASUKLAH KEDALAM SURGAKU ( AL FAJR 89 : 27-30 ). Pengertian jiwa ( nafs ) dalam hal ini adalah nafsu yang mencakup amarah, luwamah, sufiah dan mutmainah. Bila hanya jiwa mutmainah yang akan kembali kepada Allah, maka mungkinkah yang harus bertanggung jawab atas perilaku tatkala hidup di dunia adalah amarah, luwamah dan sofiahnya ??? Bila muncul pertanyaan apakah jasmaninya, Ruhaninya ataukah jiwanya, atau ketiga-tiganya akan mendapatkan azab dan rahmat kubur??? Penulis tidak mengetahui pendapat mana yang benar dan mana yang salah, tidak perlu untuk diperdebatkan, yang penting adalah bahwa semua umat Islam percaya adanya rahmat dan siksa atau azab kubur. Itu semua adalah rahasia Allah.



[ Kembali ]

1 komentar:

  1. pada hakikatnya seluruh manusia mendapatkan hidyah hanya sadar atau tidak, mau menerima atau tidak, percaya atau tidak dst.
    Untuk mengetahui petunjuk hari H, atau siapa yang dapat memberi petunjuk kapan hari H datang, menurut saya hanya Guru Mursid, monggo dipun upadi.

    BalasHapus